Minggu, 11 Maret 2012

cerpen The Best Brother


Buat temen temen yang lagi cari contoh cerpen, silakan baca cerpen yang saya buat ini. kalo mau nge-copy minta ijin dulu ya,,,,,,
Ini asli loh buatan ku sendiri, udah ah jangan banyak basa basi langsung aja yw,,,
The Best Brother
Perkenalan
Aku dilahirkan disebuah dusun terpencil. Dita namaku, aku hanya anak dari keluarga biasa. Hari demi hari, orang tuaku membajak sawah kering dan kecoklatan, dengan sisa umur dan kekuatan yang ada. Tidak banyak yang bisa kujelaskan tentang siapa aku, aku hanya gadis biasa yang hidup bahagia dengan ibu yang baik hati dan ayah yang sangat pemarah, seluruh rumah atau bahkan mungkin seluruh dusun takut kepada ayahku.
Aku mempunyai seorang kakak, umurnya 4 tahun lebih tua dariku. Ia kakak laki-laki, Rino namanya, ia cukup pintar dan sangat baik, walaupun begitu dulu aku menganggapnya sangat menyebalkan, ia selalu memandangku sebagai gadis kecil, ia terlalu mengkawatirkan keadaanku, ia selalu menasihatiku seperti ayah dan ibu,  ia juga selalu ikut campur dalam hampir semua masalahku, dan parahnya lagi jalan keluar yang ia sarankan biasanya berakibat buruk, ia kuanggap seperti batu yang selalu membuatku tersandung. Akan tetapi semua itu dulu, sebelum kejadian ini terjadi.
Saat itu, setelah aku lulus dan masuk ke SMA, saat itu juga kakak diterima untuk masuk ke universitas. Aku sangat senang bisa masuk ke SMA. Malam yang sunyi, ayah dan ibu duduk di halaman sembari ayah menghisap rokok tembakaunya bungkus demi bungkus, ibu hanya diam dan menunduk. Aku menyelinap dari balik pintu dapur dan berdiam disana,
Konflik Mulai Muncul
“Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik,” ucap ayah, lalu menghembuskan asap rokoknya, ibu terdiam dan menghela nafas.
“Apa gunanya ?, bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus,” jawab ibu singkat.
Aku termenung, bagaimana kalau ayah tidak bisa menyekolahkanku, tanyaku sendiri. Saat itu juga aku melihat kakak meringkuk di balik pintu kamarnya, lalu perlahan ia berjalan keluar, ke hadapan ayah. Sepertinya kakak juga mendengarkan pembicaraan ayah dan ibu.
“Ayah, aku tidak mau melanjutkan sekolah, sudah banyak buku yang aku baca,” Seru kakak dengan berani. Aku terkejut mendengar perkataan kakak, kakak murid yang cukup pintar kenapa harus berhenti. Lalu kulihat ayah mengayunkan tangannya dan memukul kakak pada wajahnya.
“Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu lemahnya ?, bahkan jika aku harus mengemis di jalanan aku akan melakukannya untuk menyekolahkan kalian,” ucap ayah dengan geram lalu meninggalkan kakak dan ibu. Sepertinya ayah serius mengatakan itu, ia pergi mengelilingi dusun dan mengetuk setiap rumah di dusun untuk meminjam uang.
Aku berlari masuk ke kamarku, kulihat kakak berjalan dengan lemas ke kamarnya, bagaimanapun ia tetap kakakku aku tidak tega melihatnya seperti itu, setelah ibu pergi aku masuk ke kamar kakak dan duduk di sampingnya,
“Seorang laki – laki harus meneruskan sekolahnya, kalau tidak bagaimana ia bisa mengangkat keluarganya dari kemiskinan,” ucapku bijak. Aku mengulurkan tanganku selembut mungkin dan mengusap pipi kakak yang mulai membengkak. Kalau memang harus ada yang mengalah, lebih baik aku saja, lagipula aku hanya wanita yang tidak wajib bekerja.
“lebih baik biarkan ayah melakukan apa yang ia mau,” ucapku pada kakak. Kakak hanya terdiam, tak ada kata – kata yang keluar dari bibirnya.
Konflik Meruncing
Malam itu aku tidak bisa terlelap, aku terus memikirkan jalan mana yang harus kupilih, ayah tidak mungkin bisa membiayai kakak dan aku, meskipun ia memaksa, dan aku tidak tega melihat kakak melepas impiannya begitu saja. Akhirnya kuputuskan untuk tidak melanjutkan sekolah.
Siapa sangka, keesokan harinya sebelum subuh datang saat matahari masih enggan bangun dan bulan masih cantik bersinar, kakak sudah pergi. Ia meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mulai mengering juga beberapa lembar rupiah. Ia menyelinap ke kamarku dan meninggalkan secarik kertas di atas ranjangku.
“Masuk ke SMA itu tidaklah mudah, aku akan mencari pekerjaan lalu mengirimimu uang, jangan kawatir kau jaga saja ibu dan ayah, aku akan segera kembali,”
Aku memegang kertas itu erat – erat, dan menangis dengan air mata yang mengalir seperti sungai yang terus mengalir. Pekerjaan apa yang bisa kakak dapatkan dengan modal ijasah SMA saja, lagipula kakak tidak punya pengalaman, ya Tuhan tolong bantu kakak dan kalau bisa bawa saja ia kembali ke rumah, pintaku dalam sunyi pagi itu.
Konflik Menurun
Dengan uang yang kakak hasilkan dari mengangkut semen dan pasir pada punggungnya, juga uang yang ayah pinjam dari hampir seluruh warga dusun, aku dapat sampai di tahun ke tiga di SMA. Aku tidak lagi tinggal bersama ayah dan ibu, ayah menyewakan sebuah kamar untukku, memang tidak sebesar yang aku miliki di rumah namun cukup nyaman, ditambah teman – temanku juga berada disana.
Malam itu ketika aku sedang belajar, salah seorang penghuni rumah masuk ke kamarku, ia bilang ada seorang penduduk setempat yang mencariku, siapa ?, gumanku sendiri. Aku keluar dan terkejut, aku melihat kakak berdiri didepan pintu gerbang, badannya kumal tertutup debu pasir dan semen.
“kakak, kenapa kau tidak bilang pada orang itu kau kakakku ?,” tanyaku kesal.
“tidak mungkin, lihat penampilanku bagaimana kalau semua temanmu tau aku adalah kakakmu, apa yang akan mereka katakan ?, mereka pasti akan mentertawakanmu,” jawab kakak balik bertanya. Aku tersentuh, adakah orang lain di dunia ini yang memiliki hati seperti kakak, mungkin Tuhan hanya menciptakan satu untukku. Aku menyapu seluruh debu – debu yang ada di tubuh kakak, semuanya.
“aku tidak peduli apa yang mereka katakan, kau tetaplah kakakku, bagaimanapun penampilanmu, berhentilah bekerja seperti ini, kau pasti bisa mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik,” saranku,
“lalu bagaimana kalau tidak, aku tidak mau kau putus dari sekolahmu itu,” ucap kakak membela diri. Aku tidak bisa menahan lagi, setetes air mengalir dari pelupuk mataku, aku mendekap kakak dengan penuh kehangatan, Tuhan bantulah kakakku ini, berikan kebahagiaan untuknya, kebahagiaan yang penuh. Aku mungkin tidak akan bisa hidup tanpa kakak di kehidupan selanjutnya.
Penyelesaian
Saat itu aku sadar, kakak sudah banyak membantuku, ia mengorbankankan masa depannya untukku, ia mengorbankan raganya untuk mencari uang untukku, ia tidak mau orang lain tau ia kakakku karena ia tidak mau aku dipermalukan, ia menyayangiku lebih dari ayahku sendiri, sementara aku hanya menjadi beban, aku telah salah menganggap kakak seperi batu yang menyandungku, ia seperti kabut putih yang suci yang menyembunyikanku dari nasib buruk yang menjagaku dari kerasnya hidup dan yang menemaniku dalam kesulitan.
Sejak saat itu aku tidak lagi menganggap kakak sebagai batu yang selalu menyandungku, aku menggapnya seperti malaikat yang dikirim untuk selalu menolong dan menjagaku. Terimakasih kak, aku berjanji akan kubalas semua yang telah kakak korbankan untukku.



Orang yang baik itu
Bukan orang yang tidak pernah berbuat salah
Orang yang baik itu
Orang yang berkali kali berbuat salah
Mau mengakui kesalahan
Lalu memperbaiki kesalahannya

1 komentar:

Unknown mengatakan...

gimana bagus gg ?????